Minggu, 06 Maret 2011

sistem perekonomian indonesia

SISTEM EKONOMI INDONESIA

Secara normative, landasan idiil Sistem Ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).
Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.

Pasal 23,27,33 dan 34 pada UUD 1945 menjadi ciri-ciri dari penerapan Demokrasi Ekonomi di Indonesia. Menurut pasal-pasal tersebut dan sesuai pula dengan GBHN 1983,Demokrasi Ekonomi yang diterapkan di Indonesia, mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3. Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
4. Sumber-sumber kekayaan Negara digunakan dengan permufakatan Lembaga-Lembaga Perwakilan Rakyat serta pengawasan terhadap kebijksanaanya ada pada Lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula
5. Warganegara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif dan daya kreaasi setiap warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentinngan umum.
8. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara

Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai umat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
Sistem Eknomi Pancasila pun hampir-hampir hilang dalam pemikiran ekonomi Indonesia. Bahkan demikian pula Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ideologinya akan dihilangkan. Perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 (terutama Ayat 1-nya) sudah dimulai sejak awal. Yang paling pertama dan monumental adalah perdebatan pada tanggal 23 September 1955 antara Mr. Wilopo, seorang negarawan, dengan Widjojo Nitisastro, mahasiswa tingkat akhir FEUI.

Di dalam perdebatan itu kita bisa memperoleh kesan adanya bibit-bibit untuk ragu meminggirkan liberalisme sebagai peninggalan kolonial serta menolak koperasi sebagai wadah kekuatan rakyat dalam keekonomian nasional, betapapun hanya tersirat secara implisit, dengan memadukan tujuan untuk mencapai peningkatan pendapatan perkapita dan sekaligus pembagian pendapatan yang merata, sebagaimana (tersurat) dikemukakan oleh Widjojo Nitisastro.
Di awal penyajiannya dalam debat itu, Widjojo Nitisastro menyatakan adanya ketidaktegasan akan Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945, kemudian mempertanyakannya, apakah ketidaktegasan ini disebabkan oleh kontradiksi inheren yang dikandungnya (karena masih mengakui adanya perusahaan swasta yang mengemban semangat liberalisme, di samping perusahaan negara dan koperasi), ataukah karena akibat tafsiran yang kurang tepat. Pertanyaan Widjojo Nitisastro semacam itu sebenarnya tidak perlu ada apabila beliau menyadari makna Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 dan mengkajinya secara mendalam.

Menurut Sri-Edi Swasono,Widjojo Nitisastro alpa memperhatikan judul Bab XIV UUD 1945 di mana Pasal 33 (dan Pasal 34) bernaung di dalamnya, yaitu Kesejahteraan Sosial, sehingga beliau terdorong untuk lebih tertarik terhadap masalah bentuk-bentuk badan usaha (koperasi, perusahaan negara dan swasta) daripada terhadap masalah ideologi kerakyatan yang dikandung di dalam makna Kesejahteraan Sosial itu. Akibatnya beliau alpa pula bahwa yang paling utama berkaitan dengan kesejahteraan sosial adalah cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (ayat 2 Pasal 33 UUD), di luar cabang-cabang produksi itu (ditegaskan Bung Hatta) swasta masih memperoleh tempat.
Bukan hanya itu Widjojo Nitisastro (1955) itu telah menekankan pentingnya negara memainkan peran aktif dalam pengendalian dan melaksanakan pembangunan ekonomi (alangkah baiknya apabila kaum Widjojonomics saat ini mengikuti pandangan Widjojo yang dikemukakannya).

Menurut Sri-edi Swasono telah menindaklanjuti pemikiran Mr. Wilopo ini dengan mengemukakan bahwa Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 merupakan sumber hukum yang perlu kita perhatikan. Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 menetapkan: segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Artinya Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan asas kekeluargaan berlaku bagi Indonesia sejak ditetapkan berlakunya UUD 1945, namun tetap masih berlaku pula peraturan perundangan kolonial, tak terkecuali KUHD (Wetboek van Koophandel) yang berasas perorangan (liberalisme). Pasal 33 UUD 1945 berlaku secara permanen, sedang KUHD sebagai akibat Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku secara temporer (transisional). Mereka yang mau memahami pula kedudukan Pasal 33 UUD 1945 dan asas kekeluargaan hendaknya memahami kedudukan peraturan perundangan mengenai keekonomian dalam konteks Aturan Peralihan ini. Artinya, KUHD yang berasas perorangan yang harus di-Pasal 33-kan, bukan Pasal 33 yang harus di-KUHD-kan.

Dari landasan sistem ekonomi Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas (Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS No. XXIII/66 dan GBHN-GBHN 1973, 1978, 1983, 1988, 1998, 1999), jelas bahwa ekonomi Indonesia berpedoman pada ideologi kerakyatan.
Kerakyatan dalam sistem ekonomi menjelaskan bahwa pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat dan hajat hidup orang banyak, yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi berlaku demokrasi ekonomi yang tidak menghendaki otokrasi ekonomi, sebagaimana pula demokrasi politik menolak otokrasi politik.
Dari sini perlu kita mengingatkan agar tidak mudah menggunakan istilah privatisasi dalam menjuali BUMN. Yang kita tuju bukanlah privatisasi tetapi adalah go-public, di mana pemilikan BUMN meliputi masyarakat luas yang lebih menjamin arti usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab Kesejahteraan Sosial itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.

Saat ini Pasal 33 UUD 1945 (ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno karena memangku ide sosio-nasionalisme dan ide sosio-demokrasi) berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan kelompok elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional Indonesia.
Pasal 33 UUD 1945 menjelaskan bahwa Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya . Bukankah sudah diprediksi oleh UUD 1945 bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan ber-KKN karena melalaikan asas kekeluargaan. Bukankah terjadinya ketidakadilan sosial-ekonomi mass poverty, impoverishmen dan disempowerment terhadap rakyat.

Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa Barat menganut paham sosial-demokrasi (Dawam Rahardjo, 2000).
Memang untuk memahami Pasal 33 UUD 1945 bagi mereka sangat tidak mudah tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami makna perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (ayat 1 Pasal 33). Kebersamaan adalah suatu mutuality dan asas kekeluargaan adalah brotherhood atau broederschap (bukan kinship atau kekerabatan), bahasa agamanya adalah ukhuwah, yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas sosial. M. Umer Chapra (2001) bahkan menegaskan bahwa memperkukuh brotherhood merupakan salah satu tujuan dalam pembangunan ekonomi,. Brotherhood menjadi sinergi kekuatan ekonomi untuk saling bekerjasama, tolong-menolong dan bergotong-royong. Asas kekeluargaan adalah istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan kerakyatan adalah istilah Indonesia untuk demokrasi (Mubyarto, 2001).

Jadi asas kekeluargaan yang brotherhood ini bukanlah asas keluargaan atau asas kekerabatan (bukan family system atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang Ayat II-nya menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yang berkedudukan sebagai sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945, artinya dalam posisi peralihan. Jadi yang tidak tahu, lalu ingin menghapuskan ketiga ayat Pasal 33 UUD 1945 itu adalah mereka yang mungkin sekali ingin merubah cita-cita dasar Indonesia Merdeka.

Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun dan keterpurukan ekonomi saat ini, yaitu keterpurukan terberat dalam sejarah Republik ini. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan kita terjerumus ke dalam jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa, tidak ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal 33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa dalam menghadirkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang menjebol Bank Indonesia dan melakukan perampokan BLBI. Bukan pula Pasal 33 yang membuat perekonomian diamputasi dan di bawah kuratil negara tetangga (L/C Indonesia dijamin Singapore). Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi (yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya. Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia timpang dan membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang eksploitatif terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan pemiskinan rakyat (impoverishment). Lalu, mengapa kita mengkambinghitamkan Pasal 33 UUD 1945 dan justru mengagung-agungkan globalisasi dan pasar-bebas yang penuh jebakan bagi kita? Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang kita maju dan mengambil peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial.

Tiga butir Ayat Pasal 33 UUD 1945 tidak seharusnya dirubah, tetapi ditambah ayat-ayat baru, bukan saja karena tidak menjadi penghambat pembangunan ekonomi nasional tetapi juga karena tepat dan benar.
Sri-Edi swasono mengusulkan upaya amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu upaya memberi addendum, menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.

Kesalahan utama kita dewasa ini terletak pada sikap Indonesia yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah menobatkan pasar-bebas sebagai berdaulat, mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menobatkan pasar sebagai berhala baru.

Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani, nelayan, dst.Tetapi kita telah keliru sejauh ini.
Siapakah sebenarnya yang dimaksud dengan Pasar?
Di Indonesia pasar hanya sekedar :
1. Kelompok penyandang/ penguasa dana (penerima titipan dana dari luar negeri/komprador, para pelaku KKN, termasuk para penyamun BLBI, dst)
2. Para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan pengijon)
3. Para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal)
4. Rakyat awam yang tenaga-belinya lemah
Oleh karena itu pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, not to fully rely-on, 2) tetapi sebaliknya pasarlah, sebagai alat ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara. Adalah kekeliruan besar menganggap pasar sebagai omniscient dan omnipotent sehingga mampu mengatasi ketimpangan struktural. Adalah naif menganggap pasar bebas adalah riil.
Apabila pasar tidak dikontrol oleh negara, apabila pasar kita biarkan bebas sehingga pasar-bebas kita jadikan berhala dan kita nobatkan sebagai berdaulat, maka berarti kita membiarkan pasar menggusur kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 jelas menegaskan rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar.
Dengan demikian apabila kita ingin mempertahankan kedaulatan rakyat, maka Pasal 33 UUD 1945 hendaknya tidak dirubah, usaha bersama dan asas kekeluargaan adalah kata-kata dan makna mulia yang harus tetap dipertahankan. Menghilangkan usaha bersama dan asas kekeluargaan bisa diartikan sebagai mengabaikan nilai-nilai agama, mengabaikan moralitas ukhuwah di dalam berperikehidupan yang menjadi kewajiban agama.

Sumber: http://www.indonesiaindonesia.com/f/8803-sistem-ekonomi-indonesia/
Oleh : Prof. Dr. Sri-Edi Swasono ; Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI)

Sabtu, 05 Maret 2011

Pengertian Sistem Ekonomi

PENGERTIAN SISTEM EKONOMI

Adalah cara yang dilakukan oleh sutau Negara untuk mengatur ekonominya untuk mencapai tujuan.
Dari sudut historisnya akan diutarakan beberapa paham penting dalam kehidupan perekonomian.faham-faham tersebut tidak lah selalu yang satu menggantikan yang lain meskipun pada beberapa Negara memang demikan terjadi.Sistem-sistem perekonomian itu antaralain yaitu:

1.Merkantilisme

Menurut Sombart (Dr.Mohammad Hatta, pengantar ke jalan Ekonomi Sosiologi,Fasco,Jakarta,1957,hal.175) ada tiga macam sistem perekonomian yang berlaku di Eropah secara berturut-turut yaitu :
1. Perekonomian tersendiri
2. Kerajinan , pertukangan dan
3. Kapitalisme
Pada sistem perekonomian tersendiri dan kerajinan , pertukangan disebut juga sebelum Kapitalisme atau Pra Kapaitalisme.Pada sistem perekonomian tersendiri belum dikenal tukar menukar , ekonomi pada umumnya bersifat setempat dan mencukupi diri sendiri.
Pada sistem perekonomian kerajinan atau pertukangan , tukar-menukar atau barter menjadi hal yang umum dan pada masa ini lah disebut juga perekonomian feodal.
Pada masa itu perekonomian berpusat pada manorial estate.Di dalam manorial estate kelihatan orang-orang yang bekerja dilapangan pertanian dengan pimpinan kaum bangsawan.Pada masa itu seorang bangsawan dapat mengatakan bahwa semua kekuasaan yang ada padanya untuk memimpin masyarakat dalam lingkungan”bij de gratie van god”.Kehidupan yang dialami seseorang adalah nasib yang ditakdirkan oleh Tuhan.Keadaan ini merupakan hal yang umum di Eropah pada abad pertengahan.
Akhir abad pertengahan lahirlah banyak Negara-negara nasional yang menggantikan negar feudal diatas.dan pada masa inilah lebih timbul kapitalisme muda yang lebih dikenal dengan Merkantilisme.Negara nasional yang baru ini berusaha menumpas kekuasaan tuan-tuan tanah atau feudal.penumpasannya dilakukan dengan menyewa serdadu-serdadu upahan.hal ini dilakukan untuk memperkuat kedudukan ekonomi Negara dengan menganut paham merkantilisme.
Berdasarkan paham merkantilisme negara berusaha mendapatkan emas sebanyak mungkin melalui perdagangan luar negri dan diusahakan nilai eksport lebih tinggi dibandingkan dengan nilai import dan kelebihan nilai tersebut harus dibayar dengan emas.
Untuk memperluas eksport pemerintah menyokong industry dalam negri, membri sokongan kepada kaum eksportir sebaliknya import di teken dengan bea eksport yang sangat tinggi tujuannya mengurangi barang-barang yang msuk dari luar negri.
Sebagai paham ekonomi tersebut mengalirlah emas kedalam negri,kekayaan tersebut dapat digunakan menyewa serdadu yang gagah perkasa untuk menumpas segala pemberontakan yang mungkin timbul.
Pada masa itu pertanian tidak diperhatikan,harga gandum di dalam negri ditekan serendah mungkin dengan jalan pengendalian harga dan memasukkan gandum kedalam negri dengan tujuan upah buruh dapat ditekan.
Paham tersebut diatas mendapatkan tantangan dari mereka yang mementingkan pertanian,sehingga timbullah faham baru , yaitu Physiocratisme yang dianjurkan oleh Quesnay (1794-1976) yang berpendapat bahwa pertanian sajalah yang produktif; perniagaan dan industrilah yang tidak produktif,karena itu hanya hanya meringubah atau mengedarkan hasil-hasil pertanian.kaum physiocrat menolak teori Merkantilisme yang meletakkan titik berat daripada kehidupan perekonomian pada perdagangan.kaum physiocrat berpendapat bahwa bahwa untuk mencapai kemakmuran , membutuhkan bahan-bahan atau barabg-barang yang nyata dan hanya dapat dihasilkan oleh pertanian.

2.Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Ciri-ciri Perekonomian Kapitalis:
1. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
2. Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu
3. Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
4. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
5. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga- harga.
6. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien.
7. Barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif.
8.modal kapitali (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).

3.Komunisme

Sistem perekonomian Komunisme, terdapat dibeberapa Negara seperti di Rusia dan di RRC.
Dalam sistem perekonomian komunis negaralah yang menetapkan kepada setiap orang :
a) Dimana harus bekerja
b) Pekerjaan apa harus dipilih
c) Apa yang harus dimakan
d) Apa yang harus yang dihasilkan
e) Berapa tinggi harga harus ditetapkan
f) Bagaimana cara menanam modal simpanan dan lain sebagainya.
Menurut Dr.Mohammad Hatta,sistem perekonomian Rusia merupakan suatu perekonomian totaliter yang dikuasai sama sekali oleh Negara.
Selain itu menurut Dr.Mr.T.S.G.Mulia ,sistem perekonomian Rusia ( Perniagaan Luar Negeri,Dinas Penerbitan Balai Pustaka,Jakarta 1958,hal.102) adalah :
1. Hak milik seseorang dihapuskan
2. Yang menentukan rupa kerja untuk tiap-tiap orang dan membagi kerja ialah pemerintah.
3. Segala lapangan ekonomi dikuasai oleh pemerintah dan diatur menurut rencana yang ditetapkan untuk beberapa tahun,biasanya untuk lima tahun.
4. Industri merupakan suatu perusahaan besar yang meliputi seluruh Negara dan dikemudikan oleh pemerintah dengan alat-alatnya.
5. Perniagaan dalam negeri diurus oleh koperasi-koperasi yang mempunyai toko-toko besar;pasar-pasar tidak ada,begitu pun golongan perantara.
6. Perniagaan luar negeri diurus oleh pemerintah sendiri dengan pimpinan komisaris rakyat untuk urusan itu.
7. Pengangkutan didarat,dilaut dan diudara , semuanya kepunyaan pemerintah.
Apabila diteliti antara Sistem Perekonomian Kapitalis dengan Sistem Perekonomian Komunisme,yang sangat kontras membedakanya adalah :
1. hak milik atas alat-alat produksi
2. persaingan
yang tidak terdapat dalam Perekonomian Komunisme.Dengan adanya persaingan maka setiap orang harus senantiasa waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dipasar dan selalu berusaha menambah efisiensi untuk memperbaiki kemungkinan-kemungkinan baginya di pasar.

4.Sistem Perekonomian Sosialisme

Sistem Perekonomian Sosialisme adalah ekonomi Kesejahteraan, maka dalam Komunisme adalah Ekonomi Perintah.D idalam ekonomi sosialis lebih banyak bersifat anjuran daripada bersifat perintah.
Dinegara-negara yang menganut faham sosialisme pemerintahnya bersifat demokrasi.Dalam bidang perekonomian pemerintah secara tidak langsung mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi dengan jalan rencana anggaran belanja,sistem perpajakan (alat yang dipergunakan untuk penyamarataan kekayaan).Selain itu Sistem Perekonomian Sosialis memiliki pasar bebas yang merupakan alat penting bagi penyesuaian ekonomi.
Dewasa ini dalam Sistem Perekonomian yang bersifat Sosialis ,nasionalisasi hanya dijalankan bila pemilikan umum akan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dari pemilikan seseorang.
Didalam Sistem Perekonomian Sosialis harta kekayaan, tersebar dimiliki dan diselenggarakan oleh koperasi-koperasi produksi atau konsumsi , serikat-serikat sekerja , badan-badan hukum masyarakat dan organisasi-organisasi lainya, perseriktan mana adalah perserikatan atas dasar suka rela.


Sumber: http://handzmentallist.blogspot.com/2010/04/pengertian-sistem-perekonomian.html
Rabu12:18 02/03/2011