Ethical Governance atau etika pemerintahan,
mengacu pada kode etik profesi tertentu. Etika bagi mereka yang bekerja di
dalam suatu instansi pemerintahan. Etika pemerintahan mengatur tentang perilaku
sekelompok orang yang bekerja di suatu pemerintahan.
Menurut Bank Dunia (World Bank), Ethical
Governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang
wajib dipenuhi, agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja
secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Ethical Governance mencakup 5 (lima) hal, yaitu sebagai
berikut :
1. Governance System
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan
yang terdapat di dalam suatu perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur,
yaitu :
a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk
menjalankan perusahaan, dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan
prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Di Indonesia dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini adalah :
Ø Undang Undang No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
Ø Undang Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan
berikut persyaratan pejabat yang ada di bank, sesuai dengan yang dipersyaratkan
oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Di Indonesia dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini adalah :
Ø Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999
tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar
Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit
and Proper Test).
c. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai
tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan
bisnis dan operasional perbankan.
Di Indonesia dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini adalah :
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum.Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang
Rencana Bisnis Bank Umum.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum.
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
d. Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) baik dari aspek
hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai
hasil kinerja tersebut.
Di Indonesia dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini adalah :
Ø Peraturan Bank Indonesia No.
3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
2. Budaya Etika
Budaya Perusahaan adalah suatu sistem
dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan
tentang bagaimana dunia itu berjalan. Terdapat tiga faktor yang menjelaskan
perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
ü Keyakinan dan nilai-nilai bersama.
ü Dimiliki bersama secara luas.
ü Dapat diketahui dengan jelas,
mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Konsep etika bisnis tercermin pada
corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan
merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita,
kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini
dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan
pengaturan kantor.
3. Mengembangkan
struktur Etika Korporasi
Di dalam membangun entitas korporasi
dan di dalam menetapkan sasaran dari entitas etika korrporasi tersebut,
diperlukan beberapa prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan, diterapkan baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati. Tidak hanya
sekadar mencari untung, tapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat
dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Sebagai contoh
semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang
telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di
sektor swasta maupun pemerintah.
Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik, sudah di
stimulasi oleh pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal,
Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Committee
Corporate Governance dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah
membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu
mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi
dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan
seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko,
dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas "Board Governance".
Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar pencapaian
tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan
ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji
Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah
untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak
terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance" yang
baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah
dan cepat.
4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code of Conduct)
Untuk mencapai
keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan
bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan
etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode perilaku korporasi (corporate
code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam
memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam
perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu
perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki
kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Prinsip dasar
yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
ü Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate
values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
ü Untuk dapat merealisasikan sikap
moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika
bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan
etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang
merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
ü Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis
perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku
agar dapat dipahami dan diterapkan.
5. Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah
diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin
sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila
diketahui terdapat kesalahan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar